Life is Simple, Problem is Not

SELAMAT DATANG

Sabtu, 02 Januari 2010

Just, Thank You!

Rangkaian kata pada judul tulisan ini saya tujukan kepada seluruh pengelola blog dan dan sekalian para blogger yang tidak mungkin namanya disebutkan satu per satu di sini. Mengapa? Sebab sejak menjadi blogger saya mengalami metamorfasis luar biasa. Doa yang selalu saya baca, Ya Allah, tambahkanlah ilmuku (waziadatan fil ilmi), terkabulkan. Ilmu yang bersumber dari saudara sesama muslim maupun non-muslim.

Apa yang saya tulis ini, oleh sementara pihak, mungkin dianggap berlebihan. Tapi menurut saya tidak. Karena kalau melihat folder yang saya beri nama “TPA” (tempat penimbunan artikel) tulisan blogger, isinya adalah sekian ilmu yang sulit diperoleh bila seseorang hanya memilih satu fakultas. Untuk mendapatkan semua kajian ilmu semacam itu, seseorang wajib mengikuti pendidikan di seluruh fakultas sekaligus “nyantri” di sekalian pondok pesantren serta sekolah seminari. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh sesosok manusia mana pun.

Setiap aktifis dalam media massa ini tentu merasakan, bahwa ilmu yang diperolehnya tidak sebatas pengetahuan dhohiriyah, tapi juga pemahaman batiniyah. Itu belum menghitung tumbuhnya jejaring sosial, tali silaturrohim (hubungan persaudaraan) yang terbentuk. Sedangkan tentang adanya perseteruan, pertengkaran termasuk caci-maki di antara pihak admin versus blogger, atau antar-blogger, adalah hal biasa dan wajar. Di sana terjadi proses pendewasaan diri. Ibarat biduk “rumah tangga” kemesraan itu justru timbul setelah ada pertentangan pendapat semacam itu.

Saat tersusun tulisan ini, saya sudah melewati 2009. Rasa syukur terucapkan kepada Sang Maha Pencipta. Bukan semata karena diberi tambahan nikmat umur untuk memperbaiki perilaku, beribadah, dan bertobat sebelum ajal, tapi juga disebabkan semakin luasnya pemahaman akan hakikat alam semesta ini. Dan pemahaman-pemahaman itu tentu saja menumbuhkan keyakinan tentang kemahakuasaan Allah sekaligus rasa kelemahan serta kebodohan diri sendiri. Sikap kesombongan dan tinggi hati pun runtuh.

Pedang Allah
Awal tahun baru 2010 jatuh bertepatan pada Jumat. Saya memperoleh selembar buletin tentang mutiara ilmu dan hikmat, diterbitkan majelis taklim Wadda’wah yang pada hari itu membahas mengenai waktu. Dijelaskannya, bahwa waktu ibarat kilatan pedang yang menyambar. Agar setiap orang memperoleh kecerdasan bagaimana memanfaatkan waktu, ia perlu belajar laksana Khalid bin Walid yang piawai memainkan pedangnya hingga dijuluki Saifullah (pedang Allah).

Karena diibaratkan seorang ksatria, setiap manusia harus memiliki kemampuan laksana ksatria pula dalam hal kemampuan dan penguasaan pedangnya. Ia senantiasa harus berlatih dan berpraktik di medan pertempuran, agar dirinya semakin berpengalaman serta berkualitas dalam memainkan pedang. Namun, tatkala dirinya telah menjadi ksatria profesional dan tak terkalahkan, tidak menjadikan sosoknya terlena, lengah, sombong, dan mengurangi porsi latihannya. Sebaliknya, ia justru semakin meningkatkan kegiatan berlatih, agar setiap waktu, bahkan setiap saat, dirinya selalu berada dalam kesiapan dan kesiagaan.

Rasulullah Saw, menurut riwayat Mua’adz bin Jabal menasihati: “Tidak akan tergelincir (binasa) kedua kaki seorang hamba di hari kiamat, hingga ditanyakan kepadanya 4 (empat) perkara, yakni usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya bagaimana ia pergunakan, hartanya dari mana ia dapatkan dan pada siapa ia belanjakan, ilmunya dan apa-apa yang ia perbuat dengan ilmunya itu (H.R. Bazar dan Tabrani)”

Apa yang tersirat dari nasihat di atas sebenarnya tentang bagaimana manusia mengelola waktunya agar tidak sia-sia. Tidak seperti yang dilakukan kebanyakan manusia tatkala malam menjelang pergantian tahun menghiasinya dengan perilaku hura-hura. Seorang blogger –Rustan Ambo Ance– bahkan sampai “membunuh” tuhannya dengan menulis: “.....sebuah rutinitas tanpa makna, mereka telah menghentikan eksistensi tuhan untuk menilai. Mungkin maksudnya, tuhan tidur tadi malam, manusia diharapkan melupakan surga dan neraka, agar bisa melepas fiksasi banalnya, melepas pakaian pakaiannya, melepas tutup-tutup botolnya, dan melepas semua urat-urat malunya.”
Ence Abdurrahim, seorang blogger yang lain, senyampang dalam peringatan tahun baru, mengingatkan, “Salah satu ibadah yang sudah hampir kita lupakan, adalah ‘Tafakur’, memikirkan kebesaran Allah, membaca tanda-tanda yang terbentang luas di sepanjang kemampuan tatapan kita, sejauh persepsi pikiran kita, bahkan dalam diri kita sendiri.
Tafakur sangat berpengaruh terhadap perjalanan kejiwaan kita dalam meng-counter kesombongan, keangkuhan dan ke-aku-an diri. Tafakur akan membimbing kita menuju kefanaan hidup, kerendahan diri, kelemahan jiwa, dan keberadaan kita sebagai ‘mahluk’.
Selamat tahun baru 2010. Terima kasih untuk semua Saudaraku!

Tidak ada komentar: