Dalam pembahasan terdahulu tentang egoisme manusia, mengenai proses penyadaran diri, hingga bagaimana manusia harus mengkomunikasikan diri, kita dapat memahami tentang gerakan dinamika sosial manusia. Interaksi antara faktor temperamental dan faktor karakteristik, terbukti mempengaruhi dan mewarnai perkembangan perilaku manusia. Dan pada gilirannya secara alamiah akan melahirkan kebiasaan yang muncul sebagai perilaku bawah sadar.
BBC London melalui siaran televisi lokal pernah penyiarkan tentang brain story. Menurut hasil riset, otak memiliki kecepatan setengah detik, sebelum mengirim informasi ke alam kesadaran. Sebab itu semua gerakan sebelum waktu itu, gerakan manusia dikontrol dan dikendalikan auto-pilot atau alam bawah sadar. Dengan redaksi lain, otak bekerja secara mekanistis, karena otak dapat merefleksi tindakan manusia berdasarkan apa yang telah direkamnya. Otak melahirkan pikiran-pikiran, tapi bukan kesadaran.
Kebiasaan sebagai perilaku bawah sadar itu tumbuh dari perbuatan-perbuatan manusia yang dilakukan secara berulang-ulang, hingga seolah tak lagi dikendalikan otak sadarnya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut pada akhirnya bermuara menjadi etika watak. Terlepas apakah watak itu bercorak positif atau negatif.
Meyakini Kesuksesan Diri
Kemenangan pribadi otomatis bakal melahirkan kemenangan publik. Untuk itu setiap diri yang mengaku telah menjadi pemenang, wajib memiliki etika watak positif. Bukan etika watak negatif, yang senantiasa melahirkan sikap pesimisme, a-prioristis, atau kecenderungan menyalahkan orang lain. Minimal ada 4 (empat) unsur yang harus dimiliki seseorang, bila ia mencita-citakan meraih kemenangan diri:
Kaidah pertama, yang harus ditaati agar kita memperoleh kemenangan adalah memiliki keyakinan bahwa kita adalah orang sukses. Tentu saja untuk mendukung keyakinan tersebut wajib terlebih dulu memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan wujud kemenangan yang ditetapkan. Target atau goal yang dijadikan titik fokus sasaran bukanlah sesuatu yang utopis atau khayali, seperti kita ingin menjadi Tuhan atau Dewa. Cita-cita yang diyakini merupakan hal yang wajar, manusiawi, serta sangat rasional untuk digapai. Bapak psikolog AS, William James, mengatakan apa yang ada dalam pikiran bawah sadar seseorang adalah apa yang akan terjadi bagi dirinya.
Pernyataan terakhir ini bersesuaian dengan pendapat Claude Bristol dalam bukunya berjudul “The Magic of Believing”, yang mengatakan bahwa pikiran sadar kita merupakan sumber dari ide-ide. Jadi pikiran bawah sadar adalah sumber kekuatan (Mieke Soedarso, 1992).
Sedangkan Allah dalam kitab sucinya Al-qur’an (Q.S. Al-Raad ayat 11) secara tegas mengatakan: “Sesungguhnya Allah tiada mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan mereka sendiri”
Dari nasihat-nasihat di atas, dapat ditarik konklusi bahwa keyakinan manusia merupakan kekuatan maha dahsyat bagi upaya pencapaian kemenangan pribadi. Menurut berbagai riset kejiwaan menunjukkan, bahwa pikiran seseorang menghasilkan gambar-gambar sesuai dengan apa yang tengah dipikirkan. Banyak hasil psikotes membuktikan bila seseorang diberitahu, misalnya, “Jangan lupa dompet Anda!”. Justru ia malah melupakan dompetnya.
Lain halnya jika kalimat itu diganti: “Ingat dompet Anda!”. Ia akan mengingat terus dompetnya, sehingga tidak ketinggalan. Atau, kala menasihati anak, kita mengeluarkan pernyataan: “Kalau kamu gagal sekolah, tidak akan saya belikan sepeda!”. Pernyataan seperti itu justru menyebabkan si anak gagal sekolah. Sebaiknya, katakan: “Saya yakin, sekolahmu pasti berhasil. Dan, ada hadiah untuk keberhasilanmu itu”. Dan, anak kita, memang berhasil.
Keyakinan diri berisi gambaran pikiran. Dan berangkat dari pikiran-pikiran itu tumbuh pada diri seseroang untuk melakukan perbuatan-perbuatan. Dengan perbuatan itulah ia menggapai apa yang dicita-citakan. Perbuatan tersebut harus mampu diwujudkan menjadi kebiasaan-kebiasaan yang bekerja tanpa kendali pikiran sadar. Itulah yang disebut ketrampilan, suatu tindakan yang sudah mewujud menjadi watak kepribadian bahkan telah menjadi program di bawah sadar.
Memperhatikan keajaiban kekuatan keyakinan semacam itu, agaknya adalah suatu tindakan wajar bila setiap hari dan setiap hari, serta untuk seterusnya kita selalu melangkah, berbicara, dan berpikir sukses. Paling tidak berimajinasilah bahwa kita orang sukses. Albert Einstein menasihati, imajinasi lebih penting dari pengetahuan.
Saat ini, adalah saat paling tepat kita mengatakan dan meyakini, kita adalah orang sukses. Orang sukses adalah orang penting. Sebagai orang penting, kita mempunyai sikap dan cara berpikir menurut orang penting. Pikiran-pikiran kita berisi gambaran-gambaran, bagaimana kita selalu dapat memecahkan masalah kita, selalu dapat menyelesaikan tugas-tugas kita, dan selalu dapat memenuhi target-target kita. Pokoknya, kita adalah orang sukses, orang yang selalu berhasil, serta orang penting yang mencapai kemenangan. Kaidah kedua, ....(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar