Life is Simple, Problem is Not

SELAMAT DATANG

Kamis, 02 September 2010

Andai Aku Polisi Diraja Malaysia # 3 (Habis)

Dalam tatanan kenegaraan kedudukan Nabi Muhammad Saw dapat diibaratkan Kepala Negara, yang pusat pemerintahannya berada di Madinah. Perseteruan antara pihak muslim dengan kafir Quraisy, yang telah beberapa kali terlibat peperangan, akhirnya berhenti setelah terjadinya perjanjian gencatan senjata. Perjanjian Hudaibiyah disepakati di antara dua kelompok yang berseteru. Pihak Islam diwakili langsung Rasulullah Muhammad Saw disampingi Ali, yang sekaligus sebagai penulis dokumen perjanjian bilateral dimaksud.



Pihak kafir Quraisy diwakili Suhayl didampingi dua warga dari sukunya Mikraz dan Huwaythib. Dalam buku berjudul Rasulullah Muhammad karangan Abu Bakr Sirodj al Din, seorang mualaf yang bernama asli Martin Lings (2007), tatkala perjanjian itu ditandatangani kedua pihak, dengan disaksikan para sahabat Rasulullah, telah terjadi kesepakatan yang pada pokoknya sebagai berikut:

1) Gencatan senjata di antara kedua pihak berlangsung selama sepuluh tahun;
2) Selama masa perjanjian tersebut setiap orang akan aman dan tidak diperkenankan melakukan kekerasan satu sama lain;
3) Jika ada orang Quraisy yang tanpa izin walinya menyeberang ke pihak Muhammad, maka ia harus dikembalikan (baca: diekstradisikan) kepada pihak mereka (pihak Quraisy). Namun, jika ada seorang pengikut Muhammad datang kepada kaum Quraisy, orang bersangkutan tidak akan dikembalikan kepada pihak Muhammad;
4) Tidak boleh ada penipuan dan pengkhianatan;
5) Siapa saja yang ingin bersekutu dan bekerja sama dengan Muhammad diperbolehkan, dan siap saja yang ingin bersekutu dan bekerja sama dengan Quraisy diperbolehkan;

Perjanjian diakhiri dengan kalimat: "Muhammad tahun ini (tatkala perjanjian ditandatangani) harus pergi dari kami (kaum Quraisy) dan dilarang masuk ke Mekkah. Namun tahun depan, kami (kaum Quraisy) harus keluar dari Mekkah dan Muhammad beserta sahabat-sahabat dapat memasukkinya, tinggal di sana selama tiga hari, tidak membawa senjata selain pedang di dalam sarungnya.

Terbukti perjanjian itu dikhianati ketika kafir Quraisy terlibat penyerangan, yang menyebabkan seorang warga Bani Ka'b, yang masuk dalam perlindungan Nabi Muhammad meninggal dunia. Perbuatan kaum kafir Quraisy yang demikian itu kiranya dapat dipersamakan dengan tindakan anggota polisi Diraja Malaysia terhadap tiga petugas Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam pada Jumat, 13 Agustus lalu itu.

Memang berdasarkan data yang dilansir Kompas, dalam hubungan dengan negeri jiran itu, Pemerintah Indonesia memiliki kepentingan dengan Malaysia, antara lain keberadaan 2, 2 juta TKI, ekspor yang mencapai 4,7 persen dari seluruh total ekspor Indonesia, investasi Malaysia yang termasuk dalam katagori sepuluh besar investor terbesar, dan neraca perdagangan kedua pihak yang rata-rata mencapai 12,5 juta dolar AS. Namun, adanya kepentingan itu tidak seharusnya menjadi pertimbangan utama yang menyebabkan harga diri bangsa direndahkan dan dilecehkan.

Untuk itu kepada seluruh komponan bangsa Indonesia, harus bersatu padu mendukung pemerintah, tanpa perlu saling menyalahkan. Anggota DPR-RI tidak perlu mengeluarkan pernyataan yang hanya membakar emosi publik atau sekadar memanipulasi politik untuk mendongkrak nama partai agar dianggap sebagai partai yang memihak NKRI. Para wakil rakyat memang tetap wajib kritis terhadap kebijakan Pemerintah, memberikan rekomendasi tindakan, tapi jangan sampai hanya menjadi tukang kritik yang asbun (asal bunyi). Wallahu'alam bishowab

Tidak ada komentar: