Saat ini, apa yang diprediksikan tentang masyarakat informasional sudah terjadi. Kita bisa menyaksikan bagaimana arus informasi mengalir sangat deras dengan ditopang teknologi informasi tinggi. Berbagai peristiwa yang terjadi di belahan bumi mana pun, bahkan di angkasa luar dapat diinformasikan saat itu juga. Dampaknya, luar biasa! Mulai dari perilaku negara, perilaku masyarakat sosial, dan perilaku manusia orang per orang sebagai pribadi terjadi perubahan signifikan.
Penilaian atas jati diri sosok manusia pun mengalami degradasi, disebabkan adanya ukuran-ukuran normatif yang baru. Yang dimaksud orang hebat pada saat ini, adalah manusia yang mampu menguasai informasi sebanyak-banyaknya sekaligus memanfaatkannya.
Akses terhadap sumber-sumber informasi yang menglobal sudah menjadi produk mudah serta murah. Dari warung internet sederhana di sebuah kota terpencil, dengan harga sewa Rp 2.500 per jam, seseorang dapat menjelajah keseluruh akses informasi yang ada di pelosok planet ini. Menyeruak masuk ke situs-situs internet di mana pun. Bahkan yang memiliki niat jahat, dapat melakukan pencurian atau penggelapan, mulai dari produk informasi hingga harta benda milik orang lain dari satu ke kota lainnya, dari satu ke negara ke negara lainnya.
Garis demarkasi kekuasaan negara pun semakin hilang. Kedaulatan suatu negara hanyalah faktor de jure, sebab secara de fakto sudah tidak diakui lagi oleh masyarakat informasional. Ada anggapan, soal kenegaraan adalah masalah politik, sedangkan bidang informatika tidak memiliki urusan dengan politik.
Dalam situasi demikian, kedudukan kita yang berada di tengah arus global informatika wajib bersikap aktif. Karena ukuran appereance seseorang pada saat ini sudah mengalami reformasi. Sehebat apa pun tampilan diri seseorang bila ternyata kapasitasnya otaknya out of date alias kuno, bakal tersingkir dari komunitas masyarakat modern. Ingat pesan Schumacher mengutip pendapat kaum Skolastik: “Homo non proprie humanus sed superhumanus est, yang berarti bahwa untuk menjadi insani selayaknya, engkau harus melampaui keadaan yang insansi semata-mata. (E.F. Schumacher, 1981)
Dengan demikian dapatlah disamaartikan, untuk menjadi orang sukses pada zaman seperti ini disyaratkan memiliki kemampuan mengakses informasi sebanyak-banyaknya. Ia pun harus mampu mengelola serta memanfaatkan informasi tersebut dalam tampilan komunikasi yang efektif.
Di era masyarakat informasional berbagai input yang diperoleh dari sumber-sumber informasi bergerak sangat cepat. Seiring dengan itu teknologi yang bersifat masinal dan elektronik serta sistem kelola informasi terus tumbuh berkembang, yang kecepatan pertumbuhannya kadang terasa jauh meninggalkan dinamika masyarakat penggunanya. Dalam keadaan seperti itu, kemampuan menyeleksi atau memilah-milah informasi untuk siapa serta untuk bagian bidang yang mana, menjadi sangat penting. Termasuk juga kemampuan untuk meneliti tentang validitas dan signifikansi informasi yang masuk ke dalam jaringan.
Interaksi lalu lintas informasi semacam itu secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan bermacam-macam hal. Bahkan dapat disebut “dasar” dari peristiwa sosial yang lebih luas. Sebab kejadian-kejadian di dalam masyarakat pada dasarnya bersumber pada interaksi antar-individu. Artinya, tiap-tiap orang dapat menjadi sumber dan pusat psikologi yang mempengaruhi hidup/kejiwaan orang lain. Dan efek dari aktifitas semacam itu terhadap setiap orang tidak sama. Dengan demikian dapat dikatakan, perasaan, pikiran, dan keinginan yang ada pada seseorang tidak hanya sebagai tenaga yang bisa menggerakkan individu itu sendiri, melainkan merupakan dasar pula bagi aktifitas psikologi dari orang lain (Abu Ahmadi, 1991)
Kemampuan di bidang pengelolaan informasi merupakan hal penting. Tak hanya terbatas di kalangan eksekutif di lembaga-lembaga bisnis semata, namun juga bagi pribadi-pribadi yang memiliki kepentingan untuk menjadi yang terdepan. Tiap pribadi pada saat ini seolah telah dibebani kewajiban agar dapat menciptakan sistem informasi, memahami saluran informasi, teknik pengiriman dan penerimaan informasi, di samping mengetahui siapa-siapa pemakai informasi itu dan bagaimana apresiasi mereka terhadap informasi yang dimaksudkannya. Dalam era informasi berteknologi canggih seperti saat ini, orang akan semakin sulit melakukan manipulasi-manipulasi, disebabkan semakin luasnya ruang untuk mengakses informasi.
Berpijak dari kondisi tersebut, sebagai pribadi kita harus bersikap demokratis. Langkah-langkah kebijakan apa pun yang bernuansakan perilaku otoriter, totaliter, atau mau menang sendiri akan semakin tidak populer. Lihat saja bagaimana sikap masyarakat –akibat mudahnya akses informasi– dalam kasus Mabes Polri Vs KPK, Prita Mulyasari Vs RS Omni Internasional, atau skandal Bank Century? Puncaknya, dalam acara peringatan hari anti korupsi, aksi-aksi rakyat serempak nyaris terjadi di seluruh pelosok negeri, hanya dari satu komando mudahnya akses informasi.
Kelola seluruh informasi yang kita kuasai menjadi kekuatan untuk berpikir positif-kreatif, menentukan kebijakan, serta melakukan negosiasi demi kemenangan diri dalam menghadapi era global. Arus informasi yang masuk, satu per satu kita verifikasi menurut prioritas dan tingkat kepentingannya, sehingga dapat dibedakan menjadi, antara lain:
1. Data Primer, adalah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yang menurut pertimbangan kepentingan intern maupun ekstern, memiliki nilai prioritas utama dan penting. Informasi pada level ini harus dapat dikelola sedemikian rupa, sehingga mampu menjadi bahan pendukung utama untuk meraih target (goal) yang telah ditetapkan.
2. Data Sekunder, adalah seluruh data yang didapatkan dari berbagai sumber, yang menurut perhitungan kepentingan intern maupun ekstern termasuk informasi yang penting. Data ini diprioritaskan untuk mendukung data primer, oleh karenanya memiliki hubungan erat dengan fungsi utama terhadap sistem informasi yang hendak dicapai.
3. Data Tertier, adalah seluruh data yang diperoleh, yang fungsi dan kedudukannya menurut pertimbangan kepentingan intern maupun ekstern tidak termasuk sebagai data primer maupun sekunder, namun memiliki keterkaitan fungsi dalam sistem informasi yang dikembangkan.
Dalam sistem kerjanya dari ketiga macam data tersebut di atas, difungsikan secara simultan dan saling berkaitan. Interdependensi pengelolaan informasi semacam itu akan memberikan kekuatan yang komprehensif, tidak kompartemental atau terkotak-kotak. Pendekatan yang menyeluruh pada sistem informasi akan memudahkan komunikator dalam melakukan koordinasi serta integrasi terhadap komponen-komponen sosial. Oleh sebab interaksi yang dijalankan oleh komunikator dapat dikendalikan dan diarahkan kepada satu arah, satu sasaran, serta satu target (goal). Dan, itulah wujud kemenangan pribadi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar