Life is Simple, Problem is Not

SELAMAT DATANG

Rabu, 17 Februari 2010

Berprinsip Sinergis

Kelanjutan dari berpikir menang-menang, yang dapat pula dipahami sebagai kaidah adalah berprinsip sinergis. Maksudnya, menyadari sepenuhnya bahwa di dunia ini tidak ada manusia sempurna seutuhnya. Dengan kata lain, bila kita mendapatkan seseorang ahli di satu bidang, maka dapat dipastikan ia memiliki kelemahan di bidang lain. Demikian pula dengan diri kita. Meski kita merasa dapat menguasai beberapa keahlian, namun bila dicermati sepenuhnya tetap saja ada bidang tertentu yang tidak kita kuasai.


Sebab itu perlu adanya tindakan sinergis, yakni menyatuhkan beberapa orang yang memiliki kemampuan berbeda ke dalam suatu sistem kerja sama terpadu guna mencapai keberhasilan atau kesuksesan bersama. Itu berarti harus ada atau wajib dibentuk kelompok kerja sebagai the winning team, yang memiliki maksud dan tujuan sama sebagaimana target atau gol yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dengan berpikir sinergis, maka tidak boleh ada pikiran-pikiran yang merasa memiliki keunggulan lebih di antara orang yang satu dengan orang yang lain. Yang ada hanyalah rasa kebersamaan. Memiliki pemahaman, bahwa keahlian kita akan lebih sempurna dan produktif bilamana dipertemukan dengan keahlian-keahlian lain yang saling melengkapi. Ibarat berkehendak membangun sebuah rumah, meski tiap-tiap orang memiliki bagian kewajiban sendiri-sendiri, tetapi mereka merupakan sebuah tim yang tunggal.

Mulai dari bagian gambar arsitekturnya, bagian teknik konstruksinya, hingga pelaksana pembangunannya tidaklah dapat dimaknai sepotong-potong. Maka, dengan diikuti kedisiplinan tinggi, manajemen waktu yang tepat, serta koordinasi terpadu antar-bagian yang terlibat dalam pola kerja semacam itu, sudah tentu memiliki tingkat keberhasilan sempurna. Dalam hal ini tentu saja berbeda hasilnya bila pekerjaan itu dikerjakan sendiri, sejak perencanaan hingga akhir penyelesaian, karena alasan kita kurang mempercayai orang lain.

Kesamaan Pandang
Dalam sistem manajemen sebenarnya sudah cukup lama dikenal tentang apa yang disebut dengan kerja tim atau team work. Namun, pola kerja seperti itu selama ini kebanyakan tanpa dukungan kesadaran pribadi sebagai anggota tim, tapi lebih dikarenakan tuntutan pekerjaan. Sebab itulah produktivitas sebagai hasil kerja yang diharapkan tidak optimal. Pribadi-pribadi yang bekerja dalam tim yang semacam itu belum memiliki kesamaan pandang, meskipun mereka bekerja bersama-sama.

Sebagai sebuah tim kerja bahkan tak sedikit yang masih memiliki anggapan, bahwa hasil produksi yang dihasilkan semata karena keahlian masing-masing anggota tim. Kita bisa melihat bagaimana pernyataan-pernyataan yang mencuat tatkala pasangan SBY-Kalla pecah, dan bersaing dalam perebutan kursi presiden. Khususnya tentang perdamaian Aceh dan program konversi gas. Di antara keduanya tidak ada pemahaman, bahwa apa yang mereka hasilkan sebenarnya merupakan sinergi dari beberapa keahlian maupun ketrampilan yang terpadu.

Sebuah tim kerja yang bekerja dalam konsep berpikir seperti yang terakhir ini, pada umumnya akan memicu berbagai konflik kepentingan dengan tingkat persaingan tinggi. Pihak yang kalah bakal mencari berbagai celah dan melakukan upaya-upaya non-produktif, untuk menghancurkan kembali kesuksesan yang telah dicapai itu.

Menurut penulis The Seven Habits of Highly Effective People, Stephen R. Covey sekali lagi mempertegas, sinergis terjadi pada waktu pikiran kita saling merangsang satu sama lain. “Saya mengatakan sesuatu yang merangsang pikiran Anda; lalu Anda merespon dengan sebuah gagasan yang kembali merangsang pikiran saya. Lalu saya berbagi gagasan baru dengan Anda, dan proses serupa berulang kembali, bahkan terus meningkat” , katanya.

Ia tambahkan pula, sinergi dapat menjadi proses yang menggairahkan dari kreativitas di mana gagasan-gagasan mengalir hampir secara otomatis, dan kita merasakan meningkatnya kesadaran seolah-olah di atas normal. Tingkat kesadaran ini adalah hasil kerja sama dua pikiran yang sangat sulit dicapai dengan berpikir sendirian. Bertolak dari pernyataan tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian bahwa mewujudkan tindakan sinergis dibutuhkan adanya sikap saling menghargai, saling menghormati, serta kesediaan untuk bekerja sama guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Bisnis waralaba yang dikembangkan oleh warung siap saji semacam McDonald’s, adalah contoh konkrit kedahsyatan konsep sinergis. Saat ini restoran McDonalsd’s sudah berada di 101 negara dengan jumlah lebih 25.000 buah. Dan, yang lebih spektakuler, setiap dua hari sekali sebuah restoran McDonald’s yang baru, dibuka di berbagai belahan dunia. Mengapa bisa demikian? Padahal setiap manusia baik dia orang kaya maupun miskin, sama-sama memiliki kekayaan waktu yang sama, yakni 24 sehari, 168 jam per minggu, 672 jam sebulan, dan 8.064 jam setahun.

Saling Menghargai
Sikap saling menghargai, saling menghormati, serta kesediaan untuk bekerja sama dalam konteks di atas, kita lakukan terhadap semua pandangan orang lain di mana kita melakukan kerja sama. Hal itu berarti tidak terbatas pada pandangan-pandangan yang sepaham, tetapi juga terhadap pikiran-pikiran yang berbeda. Perbedaan pendapat haruslah dianggap sebagai faktor terpenting, yang kemudian secara sinergis dikelola menjadi potensi guna menumbuhkan alternatif-alternatif sebagai “pikiran ketiga”.

Sebaliknya, jika kita memiliki anggapan bahwa setiap perbedaan pendapat merupakan ancaman, maka yang akan muncul adalah sikap-sikap perlawanan dengan kecenderungan melahirkan perilaku negatif. Padahal tidak ada keberhasilan seseorang yang dicapai sendirian. Setiap orang senantiasa membutuhkan orang lain. Dan, orang lain itu tidak selalu memiliki pikiran-pikiran maupun pendapat-pendapat yang sama dengan kita.

Sebagai watak perilaku, tindakan sinergis tidaklah berdiri sendirian. Orang akan memiliki langkah-langkah yang berorientasikan pada tindakan sinergis bilamana dalam perilaku sehari-harinya ia sudah terbiasa berpikiran menang-menang. Seperti pernah disinggung sebelumnya, seseorang yang berpikiran menang-menang nyaris dapat dipastikan memiliki keyakinan diri bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin dikalahkan. Karena itulah ia memiliki prinsip bahwa kemenangan, keberhasilan, kesuksesan adalah harapan dan milik setiap orang yang wajib dihormati.

Adanya perbedaan pendapat haruslah dipandang sebagai peluang atau potensi positif, yang bahkan mungkin dapat dikelola menjadi pemecah masalah (problem solving). Dengan pendirian seperti itu, maka adanya perbedaan pendapat merupakan sesuatu hal yang barangkali justru harus ditumbuh-kembangkan demi pencapaian target yang diharapkan.

Berpikir dan bertindak sinergis, bagi pribadi sukses tampaknya merupakan norma yang wajib. Atau bahkan telah menjadi moral dasar yang dipersyaratkan. Belumlah dapat dianggap sebagai pemimpin bilamana seseorang yang kita yakini sebagai pimpinan itu ternyata masih memiliki orientasi berpikir menang-kalah dan mau menang sendiri. Selalu berpandangan negatif terhadap gagasan-gagasan maupun pikiran-pikiran orang lain. Senantiasa diliputi kecemasan dan ketakutan yang seolah orang lain disekitarnya akan merebut pengaruhnya, kekuasaannya, sekaligus kedudukannya. Sosok pemimpin dengan potret seperti gambaran terakhir ini biasanya memiliki tipe kepemimpinan otoriter dan menyukai status quo.***

Tidak ada komentar: