Meski bukan anggota Dewan (baca: DPR/DPRD), setiap orang pasti tersinggung ketika membaca sebuah pemberitaan (Kompas, 25/7) yang mengutip pernyataan Wakil Ketua DPR Prijo Budi Santoso, yang mengatakan pimpinan dewan sudah kehabisan akal mencari cara menegur anggota DPR yang malas. Kita –warga bangsa ini– yang ikut memilih dalam pemilu lalu, tentu yakin bahwa yang kita pilih itu bukan binatang.
Karena bukan binatang, berarti anggota Dewan itu adalah manusia-manusia. Mereka telah memenuhi kelengkapan intelektual, profesionalitas, kapasitas, dan kredibilitas yang mumpuni. Keyakinan itu telah kita peroleh saat mereka berkampanye, memasang baliho, menggeber poster-poster, dan menyebarkan pamlet-pamlet di setiap lokasi keramaian. Mereka memproklamasikan sekaligus mempromosikan dirinya sebagai “superman” yang pantas dipilih.
Sebagai calon wakil rakyat, ketika itu mereka berjanji bakal serius memperjuangkan kepentingan rakyat. Mereka berani memberikan garansi, saat duduk sebagai anggota Dewan akan bersikap kritis terhadap setiap kebijakan pemerintah. Apalagi bilamana kebijakan itu menyangkut hajat hidup orang banyak.
Omong Kosong
Kini, tatkala sudah duduk manis di “kursi” terhormat, mereka lupa diri. Yang mereka ingat hanyalah tanggal-tanggal kapan harus membubuhkan tanda tangan untuk mendapatkan gaji bulanan plus-plus itu. Setumpuk janji yang mengemuka tatkala kampanye, tak lebih dari omong kosong untuk menarik simpati rakyat agar dipilih. Mereka lupa, terpilihnya seseorang menjadi wakil rakyat hakikatnya adalah seorang pemimpin yang wajib memberi keteladannya.
Memang ada gagasan di kalangan pimpinan Dewan, untuk mendisiplinkan para wakil rakyat yang pemalas itu perlu menggunakan fingerprint, guna menunjukkan kehadirannya. Menurut Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebantian Salang, penggunaan teknologi itu menunjukkan ketidakpercayaan publik terhadap DPR. Apakah yang demikian itu, tidak seperti sapi-sapi gembala yang harus dicap bagian pantatnya untuk memonitor eksistensinya?
Sebenarnya, ketidakdisiplinan para wakil rakyat semacam itu juga menggejala di daerah. Tidak sedikit yang tingkat kehadirannya dapat dihitung dengan jari untuk rata-rata per bulan. Mereka terlihat antusias tatkala ada kunjungan kerja ke luar daerah, atau ke luar negeri. Tak peduli berapa nilai uang rakyat yang digunakan untuk kegiatan pelesir, yang dikemas menjadi kunjungan kerja atau studi banding tersebut.
Harus Diumumkan
Untuk membuat jera sekaligus mengingatkan bahwa mereka (bukan) binatang, yang relatif sulit diingatkan, tingkat ketidakhadiran seorang anggota Dewan yang malas wajib dipublikasikan. Jika setelah dipublikasikan ternyata tingkat ketidakhadirannya tetap tinggi, pimpinan fraksi bersangkutan wajib mempertimbangkannya untuk dilakukan penggantian antar-waktu (PAW). Tindakan itu demi menjaga kehormatan lembaga perwakilan rakyat itu.
Di sisi lain, seluruh rakyat Republik ini wajib memantau serta tidak jenuh-jenuh berteriak mengingatkan bahwa anggota Dewan itu (bukan) binatang. Mereka adalah manusia yang memiliki moralitas. Memiliki rasa malu, bahwa mereka, keluarga mereka, makan dan hidup dari uang rakyat. Hidup wakil rakyat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar