Life is Simple, Problem is Not

SELAMAT DATANG

Senin, 07 Desember 2009

Rangsang Balas 9 Desember!

Besok, 9 Desember, ada upaya pengerahan 100 ribu massa di Jakarta. Banyak pihak mengkhawatirkannya. Termasuk Presiden SBY khawatir rencana aksi massa dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi itu berbuntut rusuh. Dalam berbagai kesempatan Presiden hasil pemilu langsung tersebut sempat mengingatkan tentang adanya pihak-pihak yang disinyalir menunggangi. Tujuannya lain, bukan membangun kesadaran anti korupsi, tapi ada keinginan menggoyang pemerintah. Bahkan memakzulkannya.

Sebenarnya, peringatan Hari Anti Korupsi pada 9 Desember, hanyalah peringatan biasa. Dengan peringatan tersebut oleh pencetusnya diharapkan mampu membangun rasa tidak suka terhadap korupsi. Sebab dengan peringatan yang berulang, diharapkan lama-kelamaan akan terbangun tingkah laku balas (response behavior) tersembunyi untuk menghindari tindak korupsi. Dan, melalui generalisasi sikap petindaknya, maka akan terjadi pula penghindaran-penghindaran terhadap segala tindak yang mengarah atau termasuk katagori korupsi, seperti suap dan pungli.

Dalam psikologi sosial dikenal adanya teori rangsang balas (stimulus-response theory), yang gunanya untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial. Salah satu pakar psikologi sosial Doob (1947), penganut paham mediationist mengatakan, sikap pada hakikatnya adalah tingkah laku-balas yang tersembunyi (implicite response) yang terjadi langsung setelah ada rangsang, baik secara disadari atau tidak disadari. Tingkah laku-balas yang tersembunyi ini ditambah dengan faktor-faktor lain dari dalam diri individu, seperti dorongan, kehendak, kebiasaan dan lain-lain akan menimbulkan tingkah laku nyata (overt behavior). Dengan demikian sikap selalu mendahului suatu tingkah laku nyata tersebut (Sarlito Wirawan Sarwono, 1991).

Di sisi lain, menurut pandangan sosiolog sebut saja Alfret M. Lee, kerumunan massa (crowd) selalu mengandung konsekwensi. Dari 4 (empat) tipe tentang kerumunan massa, tipe kerumunan liar (acting crowd atau the psychological crowd), agaknya perlu mendapatkan perhatian lebih aparat keamanan. Kerumunan tipe ini terjadi pada massa yang tidak memiliki tradisi untuk terarahnya kegiatan, tidak punya konvensi, serta tanpa aturan. Massa dapat bergerak agresif, galak, bahkan kadang-kadang sangat ganas, ke luar dari koridor hukum (Cholil Mansyur, tanpa tahun).
Cek Kosong
Kompak, sebagai penggagas aksi pengerahan massa pada peringatan Hari Anti Korupsi barangkali benar, tidak akan ada kerusuhan. Kelompok aktifis anti korupsi ini bahkan menilai Presiden SBY paranoid. Karena merasa ketakutan berlebihan mengenai adanya pihak-pihak yang mengancam kekuasaannya. Mereka bahkan memberikan jaminan tentang ketertiban dan keamanan selama aksi massa itu berlangsung.

Namun jaminan semacam itu dapat diibaratkan cek kosong. Bagi aparat keamanan, yang dipundaknya ada tanggung jawab untuk senantiasa menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, tentu tidak dapat menerima jaminan semacam itu. Kerusuhan sosial yang memporakporandakan negeri ini pada saat runtuhnya Orde Baru, cukup memberikan pelajaran berharga. Efek domino dari peristiwa itu telah menimbulkan krisis multidemensional, yang menjungkirbalikan Republik ini menjadi katagori negara miskin.

Genderang perang melawan korupsi memang tidak boleh berhenti. Demikian juga peringatan Hari Anti Korupsi tidak boleh dilupakan. Sebagaimana telah disinggung terdahulu, dengan terus memperingatinya akan terbangun tingkah laku balas tersembunyi untuk menghindari tindak korupsi. Dan, melalui generalisasi sikap dari setiap orang yang aktif memperingatinya bakal terjadi penghindaran tindakan-tindakan lain yang mengarah atau termasuk katagori tindak korupsi, seperti suap dan pungli.

Tapi melawan korupsi tidak dapat hanya melalui teriakan-teriakan dalam aksi massa. Aksi massa hanya salah satu dari bentuk perlawanan terhadap tindak pidana yang telah menjerumuskan negeri kaya raya tapi miskin ini. Harus ada gerakan-gerakan lain yang lebih riil, fokus, dan memiliki gol yang jelas. Apa itu? Melalui jaringan LSM, baik di dalam maupun luar negeri, terus-menerus melakukan pencermatan dan ekspos besar-besaran terhadap setiap pejabat negara yang terbukti bertindak korupsi.

Saat ini gerakan anti korupsi yang dimotori beberapa LSM, meski tidak seluruhnya, masih banyak yang dijadikan komoditas mencari keuntungan materi. Pelatihan-pelatihan gerakan anti korupsi yang ditujukan untuk pemberdayaan (empowering), baik melibatkan masyarakat maupun mahasiswa, masih berwujud aktivitas formalistik. Baik penyelenggara maupun peserta masih berhitung tentang untung-rugi yang bersifat materi daripada keinginan untuk memperoleh kesadaran anti korupsi. Penulis berharap, Kompak tidak berada dalam kelompok LSM semacam ini. Dan sejarah bakal membuktikannya!

Pemantik Api
Seratus ribu massa yang bakal ikut serta dalam peringatan Hari Anti Korupsi besok, bisa jadi terdiri dari orang-orang yang memang sadar tentang pentingnya ganjang korupsi. Tapi sesuai teori sosiologi maupun psikologi sosial, kerumunan massa sebanyak itu rawan diprovokasi. Saat ini hampir seluruh masyarakat Indonesia sedang menunggu-nunggu hasil proses Pansus Eks Bank Century DPR-RI. Dan Presiden SBY beserta kelompoknya, menurut LSM Bendera, dituding menerima secara haram sebagian dana talangan sebesar Rp 6,7 trilliun yang dikucurkan ke Eks Bank Century.

Maka, berpijak pada uraian di atas, dapat ditarik konklusi bahwa keberadaan massa yang sangat banyak dengan satu persepsi, dapat diibaratkan sekumpulan minyak. Sedangkan tuduhan terhadap Presiden SBY beserta kelompoknya tentang penerimaan secara haram sebagian dana talangan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Eks Bank Century, dapat dijadikan “pemantik api” untuk membakar (baca: menstimulasi) impuls-impuls emosi massa ke arah yang dikehendaki operator sesuai grand scenario yang telah disusun para penyusup/penunggang. Hal inilah yang patut diwaspadai.

Logika itu tampaknya disadari Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dan Indonesian Corruption Watch (ICW), yang pada dalam peringatan Hari Anti Korupsi besok tidak ikut mengerahkan massa. Melalui Pjs Ketua KPK, Tumpak Hatorangan, pihak KPP bahkan hanya akan melakukan peringatan secara sederhana di kantornya, untuk merenungkan kembali tentang dampak-dampak sosial akibat kejahatan korupsi. Selamat memperingati Hari Anti Korupsi, dan vonis mati para koruptor!

Tidak ada komentar: